Sabtu, 04 Februari 2017

Literasi Sains dalam Pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematic)


Literasi sains diartikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia (Firman, 2007, hlm. 2). Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains, tetapi kemampuan menerapkan sains dalam konteks kehidupan nyata (Firman, 2007; Wulan, 2009, hlm 1). Sesuai dengan pandangan Bybee dan BSCS (Shwartz et al, 2006, hlm. 205) bahwa:  Multidimensional scientific literacy. This perspective of scientific literacy incorporates an understanding of science that extends beyond the concepts of scientific disciplines and procedures of scientific investigation. It includes philosophical, historical, and social dimensions of science and technology. Here students develop some understanding and appreciation of science and technology regarding its relationship to their daily lives.

Gbamanja (dalam Nkpolu-Oroworukwo, 2011, hlm. 444) mendefinisikan literasi sains sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang peristiwa yang terjadi di lingkungan.  Literasi sains adalah pengetahuan dan pemahaman tentang konsep-konsep ilmiah dan proses yang diperlukan seseorang untuk mengambil keputusan, berpartisipasi dalam budaya lingkungannya dan produktif dalam  bidang ekonomi. Gormally, C. et al. (2012, hlm. 364) berpendapat bahwa pendidik, ilmuwan, dan pembuat kebijakan setuju bahwa pengembangan literasi sains siswa merupakan tujuan utama dari pendidikan sains. Literasi sains telah didefinisikan dalam berbagai cara, yang semuanya menekankan kemampuan siswa untuk menggunakan pengetahuan ilmiah dalam situasi dunia nyata. Menurut Hackling, M. W. (2002, hlm. 6) Kemampuan siswa dalam literasi sains membantu mereka dalam mengenal dan memahami lingkungan sekitar mereka, terlibat dalam sains, dan dapat menginvestigasi pertanyaan dan menggambarkan bukti berdasarkan kesimpulan.

Pemahaman siswa terhadap sains dan teknologi sejak dini merupakan hal pokok dalam kesiapan mereka menghadapi kehidupan pada masyarakat modern. Perannya di kehidupan modern dapat menjadi pemangku kebijakan dalam era pemanfaat teknologi. Mereka dapat memegang kontrol penuh untuk memanfaatkan sains teknologi dan mengetahui pengaruhnya terhadap kehidupan mereka secara personal, sosial, profesional, dan global. (OECD, 2013, hlm. 98).
Pendidikan di Amerika Serikat telah memperioritaskan penelitian dan pengembangan STEM sebagai sebuah pendekatan baru yang dapat diterapkan di sekolah untuk memperoleh lulusan kompetitif (Committee on Science, Engineering, and Public Policy dalam Milner, 2014, hlm. 642) . Pendidikan STEM  sebagai salah satu cara membuat pembelajaran lebih terhubung dan relevan bagi siswa. Pendidikan STEM mengarahkan siswa untuk untuk lebih baik dalam memecahkan masalah, bersifat inovatif, berfikir logis, dan melek tekonologi (Stohlmann, 2012, hlm. 29).

National Research and Council (dalam Harwell, 2015, hlm 66) mengungkapkan bahwa selama ini pembelajaran dan penilaian sains, teknologi, teknik, dan matematika dilakukan secara terpisah di sekolah. Hal ini berimplikasi pada kurangnya persiapan siswa mengkolaborasikan beberapa disiplin ilmu tersebut dalam menyelesaikan permasalahannya di dunia nyata.  Perkembangan teknologi dan informasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat cepat. Dimensi permasalahan yang dihadapi oleh manusia semakin kompleks. Untuk menanggapi New World of Work abad 21 sangatlah penting untuk mengintegrasikan pendidikan STEM di sekolah. Menurut Roehrig (dalam Harwell, 2015, hlm. 66) Pembelajaran dan penilaian berbasis STEM menggabungkan disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika. Integrasi ini bertujuan untuk: (a) memperdalam pemahaman siswa terhadap konsep secara kontekstual ; (b) memperluas pemahaman siswa melalui paparan sosial dan budaya pada konteks STEM yang relevan ; dan (c) meningkatkan minat pada disiplin ilmu STEM dan meningkatkan motivasi siswa untuk berkarir di bidang STEM. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri pada mata pelajaran matematika dan sains memiliki ketertarikan untuk berkarir di Bidang STEM (Milner, 2014, hlm. 643).

Sumber:
Firman, H. (2007). Laporan Analisis Literasi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Depdiknas.
Wulan, A.R. (2009). Asesmen Literasi Sains. Makalah Team Hibah Pasca Sarjana UPI. Bandung. 
Swardz, Y., Zvi R.B., Hofstein, A. (2006). The use of scientific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students. Chemistry Education Research and Practice, 2006, 7 (4), 203-225.
Nkpolu-Oroworukwo, P. H. (2011). Improving Scientific Literacy among Secondary School Students through Integration of Information and Communication Technology. ARPN Journal of Science and Technology. VOL. 2, NO. 5, June 2012.
Gormally, C., Brickman, P., & Lutz, M. (2012). Developing a Test of Scientific Literacy Skills (TOSLS): measuring undergraduates’ evaluation of scientific information and arguments. CBE-Life Sciences Education, 11(4), 364-377.
Hackling, M. W. (2002). Assessment of Primary Students Scientific Literacy. Investigating: Australian Primary and Junior Science Journal, 18(3), 6-7.
OECD. (2013). PISA 2012 Assessment and Analytical Framework Mathematics, Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. OECD Publishing.
Harwell et al. (2015). A Study of STEM Assessments in Engineering, Science, and Mathematics for Elementary and Middle School Students. School Science and Mathematic. Vol 115 (2).
Milner, Diana I, et al. (2014). Development and Evaluation of STEM Interest and Self-Efficacy Tests. Journal of Career Assessment. Vol. 22(4) 642-653
   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar